Terus terbang, kedua sayap di punggungnya pucat dan mulai hancur secara perlahan, ia terlihat sedikit lelah berada di langit biru yang redup.
Ia terlihat menahan kesepian yang terus berlanjut tiada henti, seperti lilin yang menyala sendiri di tengah hiruk-pikuk keramaian kota. Aku sangat tidak mengerti apa yang sebenarnya ia rasakan. Apakah tidak masalah baginya hidup dengan cara seperti itu? Aku ingin menghiburnya namun aku tidak mengerti harus bagaimana.
Setidaknya dalam mimpiku, aku dapat membantunya terbang kembali menghadapi langit biru yang mulai redup itu, aku ingin dia merasa tidak butuh lagi merasakan kesepian yang terus berlanjut. Walaupun aku tidak akan bisa melukiskan semua hal yang terjadi hari ini hingga hari esok, aku ingin tetap mencoba untuk membantunya menghadapi semuanya.
Dengan sayap patah itu ia tetap mencoba untuk terbang menjauh, terlihat sedikit lelah berada di langit biru yang redup. Bibirnya tetap mencoba untuk tersenyum. Aku ingin berkata padanya, "Janganlah memaksakan dirimu tersenyum demi orang lain, cobalah untuk tersenyum demi dirimu sendiri." Namun ia tetap memaksakan dirinya untuk tersenyum.
Ia terlihat menahan kesepian yang terus berlanjut tiada henti, seperti lilin yang menyala sendiri di tengah hiruk-pikuk keramaian kota. Aku sangat tidak mengerti apa yang sebenarnya ia rasakan. Apakah tidak masalah baginya hidup dengan cara seperti itu? Aku ingin menghiburnya namun aku tidak mengerti harus bagaimana.
Setidaknya dalam mimpiku, aku dapat membantunya terbang kembali menghadapi langit biru yang mulai redup itu, aku ingin dia merasa tidak butuh lagi merasakan kesepian yang terus berlanjut. Walaupun aku tidak akan bisa melukiskan semua hal yang terjadi hari ini hingga hari esok, aku ingin tetap mencoba untuk membantunya menghadapi semuanya.
Dengan sayap patah itu ia tetap mencoba untuk terbang menjauh, terlihat sedikit lelah berada di langit biru yang redup. Bibirnya tetap mencoba untuk tersenyum. Aku ingin berkata padanya, "Janganlah memaksakan dirimu tersenyum demi orang lain, cobalah untuk tersenyum demi dirimu sendiri." Namun ia tetap memaksakan dirinya untuk tersenyum.
Waktu terus berputar, rasa sakit yang ia rasakan mulai mengering menjadi luka yang sangat dalam. Mengapa ia terlihat selalu merasa sendirian? Ia selalu terpaku pada kesepian yang terus berlanjut. Aku ingin berteriak, "Kau dapat melalui semua ini! Semuanya akan sangat cepat, sangat cepat berlalu!" Ia menoleh, mulai mencoba mengepakkan sayap pucatnya, ia siap untuk terbang kembali. Doa serta perasaan yang bergetar dalam hati membuat cahaya matahari menyinari langit biru yang redup itu menjadi kembali cerah. Sayap yang pucat itu bersiap untuk terbang kembali, ia menoleh sembari berkata,
"Terkadang dalam dunia ini, saat kita berjalan sambil terlalu melihat ke atas semuanya terlihat menjadi sedikit silau, ya. Namun saat kita menunduk, seolah kita tenggelam dan mulai terhisap ke dalam lubang hitam yang amat pekat dan melahirkan perasaan takut yang amat dahsyat."
Setelahnya ia mulai terbang menjauh dengan tersenyum.
0 komentar:
Posting Komentar