Ya, benar, kata-kata, "Aku membencimu." samar terdengar di telingaku. Masa depan yang kulihat itu menjadi sebuah kenyataan. Malam di musim panas, bersama denganmu, dua bayangan itu menyerbak keluar saat cahaya kembang api terakhir naik ke langit dan menghilang. Itu adalah tandanya.
Pagi itu, aku kira akan menjadi pagi yang seperti biasanya dengan sosok dirimu yang seperti biasanya. Saat kau datang pagi itu, tanpa sadar aku mengalihkan pandanganku,
"Bagaimana ini?"
Kata-katamu yang samar tak bisa kulupakan.
"Bagaimana ini?"
Aku melewati malam setelah pagi itu seperti berjalan di alam mimpi, berjalan ke masa depan yang tidak ingin kuraih. Apakah benar? Apakah kata-kata itu hanya dalam mimpi? Aku terus berkata seperti itu, sampai sekarang aku masih ragu, tapi kuyakin pasti.
Siapapun, tidak ada yang tau, tentang malam dimana kau mengatakan hal tersebut secara samar-samar yang bersatu dengan pemandangan yang sebenarnya sudah lama kutunggu. Kembang api yang terbang dan merekah di langit musim panas terasa seperti terhubung dengan masa depan.
"Bersamamu di sini, rasanya hanya akan semakin hancur."
Aku masih ingat cahaya dari kembang api saat itu sempat menerangi wajahmu. Untuk dapat melihat pemandangan itu, aku memerlukan tenaga dan keberanian yang cukup. Kalau tidak, aku tidak akan kuat dengan pemandangan itu. Aku kira semuanya akan terhubung, namun nyatanya semuanya tidak saling terhubung.
Aku terlalu naif.
Bersama denganmu di sini, rasanya memang hanya akan semakin hancur.
0 komentar:
Posting Komentar