September 26, 2018

Sebuah Seni dari Perpisahan

Merangkai kata-kata yang telah usang, yang sebelumnya tidak dapat kusampaikan. Aku hanya ingin menyampaikan tentang sebuah perasaan, menyampaikan tentang sebuah pikiran, tentang hari esok dan seterusnya. Pada hari itu, angin bertiup cukup kencang, membuat daun-daun berguguran di jalanan tempat kita berpijak. Pada hari itu juga, aku hidup dan tertawa bersamamu.

Meskipun begitu, terkadang kau termenung dan diam mematung. Aku mulai bertanya, "Apakah kehadiranku terus membuatmu tertekan?" Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya kau rasakan. Apakah ini awal dari sebuah perpisahan? Aku, cukup ketakutan.

Sementara, teruslah seperti ini. Aku hanya ingin berbagi segala sesuatu, hanya denganmu. Segera, kita akan menyadari itu semua nantinya. Tentang kita, yang hanya menunda sebuah perpisahan. Kesedihan, air mata, semua yang mengalir di pipiku ini, seperti terjadi keluar sebagaimana mestinya. Apakah Tuhan perlu untuk menciptakan sebuah perpisahan? Untuk keseimbangan apa? Tidak akan ada manusia yang bisa menerima sebuah perpisahan. Namun, ini semua sudah terjadi. Pikiran mulai bimbang, dan hanya akan berpusat pada satu, yaitu dirimu. Kita mulai mencair bersama.

Mulai berdatangan perasaan yang cukup mengganggu dan perasaan takut kesepian. Apa yang bisa dilakukan oleh orang sepertiku? Ini, semua yang terjadi, ini bukanlah sebuah naskah dalam drama. "Hai, bagaimana? Apakah kau masih bisa mendengar suaraku? Tolong, jawablah!" Bahkan jika aku berteriak seperti itu, apakah suaraku masih dapat menjangkaumu? Tak ada siapapun. Itu sebabnya, aku tak bisa berteriak lebih keras lagi. Suaraku tak akan menjangkau apapun.

"Itulah mengapa ini disebut sebuah perpisahan."

0 komentar:

Posting Komentar